April 23

0 comments

Meluruskan Narasi Kenaikan Pajak atas THR

By admin

April 23, 2024


Baru-baru ini, banyak masyarakat mengeluhkan potongan pajak yang lebih besar pada Tunjangan Hari Raya (THR) mereka. Potongan yang lebih gede ini menimbulkan kekhawatiran dan kebingungan di tengah masyarakat. Namun, perlu segera diluruskan bahwa tidak ada perubahan beban pajak yang diakibatkan oleh tarif efektif rata-rata (TER). Pada tahun 2024, pemerintah menerapkan metode perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER).

Sejak 1 Januari 2024, ada perubahan cara menghitung Pajak Penghasilan (PPh) untuk orang pribadi. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Pribadi (PMK 168/2023). Metode ini dibagi menjadi dua, yaitu tarif efektif bulanan dan tarif efektif harian.

Tarif efektif bulanan diterapkan untuk wajib pajak yang menerima upah secara bulanan (pegawai tetap), sedangkan tarif efektif harian diterapkan untuk pegawai tidak tetap (mendapatkan upah harian, mingguan, satuan, atau borongan). Melalui metode baru ini, perhitungan PPh Pasal 21 bulanan dari Januari hingga November dilakukan dengan mengalikan penghasilan bruto bulanan dengan tarif efektif bulanan. Barulah pada bulan Desember (atau masa pajak terakhir jika pegawai tetap tersebut berhenti atau pindah kerja pada bulan selain Desember), perhitungannya tetap sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker).

Pada perhitungan cara lama, tanpa menggunakan metode TER, penghasilan bruto tahunan dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, zakat, atau sumbangan keagamaan yang dibayar ke pemberi kerja. Ini untuk memperoleh penghasilan neto tahunan. Berikutnya, nilai tersebut dikurangi dengan pendapatan yang tidak dikenai pajak untuk mendapatkan nilai penghasilan kena pajak tahunan. Penghasilan kena pajak ini kemudian dikalikan dengan tarif pasal 17 UU PPh jo. UU Ciptaker untuk mendapatkan nilai PPh Pasal 21 terutang tahunan. Sesudah itu, total PPh yang telah dipotong dari Januari hingga November dikurangkan untuk menentukan PPh 21 yang harus dipotong pada bulan Desember, atau pada masa pajak terakhir jika pegawai tetap tersebut berhenti atau pindah kerja pada bulan selain Desember.

Potongan pajak THR yang saat ini diterapkan dengan TER terlihat lebih besar, lantaran beberapa faktor.

– Cara Perhitungan Berubah: Sebelum TER diterapkan, pemberi kerja menghitung PPh 21 dua kali, yaitu untuk gaji dan untuk THR. Dengan TER, gaji dan THR dijumlahkan dan dikenai satu tarif TER.
– Tarif TER: Tarif TER umumnya lebih tinggi daripada tarif PPh 21 untuk penghasilan bulanan. Hal ini karena TER memperhitungkan penghasilan setahun secara rata-rata.
– Penghasilan Bruto Lebih Besar: Saat menerima THR, penghasilan bruto karyawan menjadi lebih besar sehingga  PPh 21 yang dipotong pun otomatis lebih besar.

Potongan pajak yang terlihat lebih besar terjadi karena THR dihitung sebagai bagian dari penghasilan bruto dan dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan tarif efektif bulanan atau tarif efektif rata-rata (TER).

Tahun lalu, sebelum TER diterapkan, pemberi kerja menghitung PPh 21 dua kali, yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR. Dengan TER, pemberi kerja hanya perlu menjumlahkan gaji dan THR, kemudian mengalikannya dengan tarif TER. Penjumlahan ini membuat penghasilan akumulatifnya besar sehingga masuk ke lapisan yang lebih tinggi di kategorinya.

Namun, TER tidak menambah beban pajak pada tahun berjalan. TER hanya menyederhanakan penghitungan PPh Pasal 21 dari Januari hingga November. Pada bulan Desember, pemberi kerja akan menghitung ulang pajak terutang dengan tarif PPh Pasal 17 dan dikurangi pajak yang sudah dibayarkan dari Januari hingga November. Sehingga, beban pajak tetap sama.

Penghitungan dengan TER

Besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan PP 58/2023 dengan penghasilan bruto. Penghasilan teratur dan tidak teratur (seperti THR dan bonus) ditotal jenderal, kemudian dikalikan TER sesuai dengan lapisan tarifnya (lihat tabel kategori TER, sesuai dengan kondisi Penghasilan Tidak Kena Pajak/PTKP).

TER bulanan sendiri dikategorisasi menjadi tiga, yaitu kategori A, B, dan C. TER kategori A meliputi wajib pajak dengan PTKP TK/0 (Rp54 juta) dan PTKP TK/1 & K/0 (Rp58,5 juta). TER kategori B meliputi wajib pajak dengan PTKP TK/2 & K/1 (Rp63 juta) dan PTKP TK/3 & K/2 (Rp67,5 juta). TER kategori C yakni PTKP TK/3 (Rp70 juta).

Contohnya adalah sebagai berikut. Afwin adalah seorang pegawai lajang tanpa tanggungan (PTKP TK/0, sehingga mengacu pada tabel TER kategori A) yang bekerja secara tetap di perusahaan pengolahan kelapa sawit. Ia menerima gaji Rp8 juta per bulan. Pada Februari 2024, ia dikenai PPh Pasal 21 1,5%. Pada Maret 2024, ia menerima THR yang besarnya satu kali gaji maka total penghasilannya Rp16 juta. Tarif TER untuk gaji akumulatif tersebut adalah 7%. Karena jatuh ke tarif yang lebih tinggi, potongan THR Afwin pun menjadi lebih besar.

Penerapan sistem TER memang menghadirkan perubahan dalam cara penghitungan pajak THR. Potongan pajak yang terlihat lebih besar mungkin menimbulkan kekhawatiran, tapi penting untuk diingat bahwa tidak ada kenaikan beban pajak secara keseluruhan. TER dirancang untuk memberikan kesederhanaan dalam sistem perpajakan.

Dengan memahami skema penghitungan TER dan manfaatnya, masyarakat dapat menghindari kesalahpahaman dan menyambut sistem ini dengan lebih positif. Mari kita bersama-sama meningkatkan literasi pajak dan mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan sistem perpajakan yang adil dan transparan.

 

 

Sumber;Pajak.go.id

About the author

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}

Direct Your Visitors to a Clear Action at the Bottom of the Page