March 15

0 comments

Apa Itu Period Poverty dan Period Tax?

By admin

March 15, 2024


Kemiskinan masih menjadi tantangan global yang utama. Bahkan dalam Sustainable Development Goals yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai panduan bagi seluruh negara anggota untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, “No Poverty” atau “Tanpa Kemiskinan” menjadi salah satu tujuan yang harus dicapai. Berdasarkan Global Multidimensional Poverty Index 2023, 1,1 miliar dari 6,1 miliar orang di 110 negara termasuk dalam kategori miskin. Sementara itu, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang. Dibandingkan September 2022, jumlah tersebut telah mengalami penurunan sebesar 0,46 juta orang.

Kemiskinan semata-mata bukan hanya terkait permasalahan ekonomi, melainkan permasalahan multidimensi. Orang yang hidup dalam kemiskinan dapat mengalami berbagai kesulitan secara bersamaan, seperti kesehatan yang buruk, kekurangan gizi, minimnya ketersediaan air bersih dan listrik, kurangnya pendidikan, standar hidup yang tidak memadai, kualitas pekerjaan yang buruk, ancaman kekerasan, dan sebagainya.

Period Poverty

Period poverty merupakan salah satu permasalahan global yang ditandai dengan minimnya akses masyarakat terhadap produk sanitasi dan edukasi terkait menstruasi. Masyarakat yang mengalami period poverty ini tidak dapat membeli produk sanitasi yang dibutuhkan saat menstruasi seperti pembalut, tampon, dan sebagainya. Padahal menurut organisasi Global Menstrual Collective, setiap orang harus mempunyai akses informasi terkait menstruasi dan kebersihannya; kemampuan untuk merawat diri sendiri selama menstruasi; akses terhadap air, sanitasi, dan layanan kebersihan; kemampuan untuk mendapatkan diagnosis atas gangguan siklus menstruasi dan akses terhadap layanan kesehatan; lingkungan yang positif dan suportif; serta kemampuan untuk berpartisipasi dalam segala aspek kehidupan.

Masih banyak perempuan yang tidak mampu mengakses fasilitas kebersihan yang memadai dan produk saniter menstruasi yang terjangkau. Menurut Bank Dunia, sekitar 500 juta perempuan di seluruh dunia tidak memiliki akses terhadap produk saniter dan fasilitas kebersihan yang memadai. Harga pembalut yang tidak murah merupakan salah satu penyebabnya. Terlebih lagi dalam satu siklus menstruasi, perempuan membutuhkan banyak pembalut. Oleh karena itu, tak mengherankan apabila perempuan menggunakan satu pembalut untuk seharian demi menghemat pembalut agar stoknya tidak cepat habis. Padahal, penggunaan pembalut disarankan untuk diganti setiap 4-6 jam sekali demi menghindari pertumbuhan bakteri yang menyebabkan berbagai penyakit. Selain pembalut, sebenarnya perempuan juga bisa menggunakan pembalut kain atau menstrual cup yang dapat digunakan berulang kali. Namun, harga pembalut kain dan menstrual cup tentunya lebih mahal. Selain itu, tidak semua perempuan mempunyai akses terhadap air bersih dan fasilitas kebersihan yang memadai untuk membersihkan pembalut kain dan menstrual cup setelah digunakan. Keterbatasan itulah yang menyebabkan banyak perempuan menggunakan produk alternatif seperti kain lap, tisu toilet, dan popok anak. Penggunaan produk alternatif tersebut tentunya dapat meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit.

Period Tax

Pembalut dan produk saniter menstruasi lainnya tergolong ke dalam barang esensial yang harus dimiliki oleh setiap perempuan. Sayangnya, tidak semua perempuan dapat memperolehnya dengan mudah. Ada uang yang harus dikeluarkan oleh perempuan setiap bulannya untuk mendapatkan produk-produk tersebut. Tak hanya itu, perempuan juga harus mengeluarkan uang lebih untuk membayar pajak atas pembelian produk tersebut.

Pajak yang dikenakan atas pembalut, tampon, dan produk saniter menstruasi lainnya dikenal dengan istilah tampon tax atau period tax. Pengenaan pajak tersebut umumnya berupa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak penjualan. Di Indonesia sendiri, pembalut dan produk saniter menstruasi lainnya merupakan barang yang dikenakan PPN yang saat ini tarifnya sebesar 11%.

Berbeda dari Indonesia, terdapat beberapa negara yang memberikan tarif 0% atau tidak mengenakan pajak terhadap produk saniter menstruasi. Berdasarkan laman periodtax.org, Kanada tidak mengenakan pajak terhadap semua produk saniter menstruasi seperti pembalut, tampon, menstrual cup dan lain-lain. Sementara itu, Irlandia menetapkan tarif  0% untuk pembalut dan tampon tetapi menetapkan tarif 23% terhadap menstrual cup. Tidak hanya itu, Afrika Selatan juga tidak mengenakan pajak atas pembalut dan pantyliner. Namun, pajak masih dikenakan terhadap tampon dan sebagainya.

Meskipun masih tergolong ke dalam objek pajak, terdapat beberapa negara yang memberikan fasilitas berupa pembebasan pajak atas produk saniter menstruasi. Australia merupakan salah satu negara yang membebaskan pajak atas semua produk saniter menstruasi. Tak jauh berbeda dengan Australia, Korea Selatan juga menerapkan kebijakan yang serupa. Sementara itu, Malaysia dan India juga menerapkan pembebasan pajak hanya atas pembalut dan tampon.

Ada 19 negara yang memberikan tarif khusus untuk produk saniter menstruasi, salah satunya yaitu Prancis. Prancis menurunkan tarif PPN atas produk saniter menstruasi dari yang semula 19,6% menjadi 5,5%. Vietnam dan Jerman juga menerapkan kebijakan serupa dengan memberlakukan tarif PPN sebesar 5%. Sementara itu, Italia memberlakukan tarif PPN sebesar 5% hanya untuk produk saniter menstruasi yang bisa digunakan kembali seperti pembalut kain dan menstrual cup.

Period Poverty vs Period Tax

Period poverty merupakan salah satu jenis kemiskinan yang terabaikan. Padahal seharusnya tidak ada kemiskinan yang patut diabaikan. Period poverty bukanlah masalah yang sepele, melainkan problema yang kompleks. Period poverty tidak hanya sebatas permasalahan ekonomi, tetapi juga permasalahan kesehatan, pendidikan, dan sosial. Salah satu cara untuk mengurangi period poverty adalah dengan menerapkan pembebasan pajak atau tarif pajak 0% terhadap produk saniter menstruasi.

Produk saniter menstruasi merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh perempuan dalam menghadapi masa menstruasi mereka. Sayangnya, produk saniter tersebut masih dikenakan PPN sebesar 11%. Padahal menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean (PP 49/2022), barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak termasuk ke dalam barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Namun, peraturan tersebut hanya menyebutkan beberapa jenis barang seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Peraturan tersebut tidak menyebutkan produk saniter menstruasi sebagai barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Merujuk pada Pasal 7 PP 49/2022, barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat diperlukan oleh rakyat banyak merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk perempuan pada tahun 2022 yaitu sekitar 136 juta penduduk dari total 275 juta penduduk. Dari 136 juta penduduk perempuan tersebut, terdapat sebanyak 92 juta penduduk perempuan yang berada dalam kategori usia yang mengalami menstruasi. Data tersebut menunjukkan bahwa sekitar 33% penduduk Indonesia membutuhkan produk saniter menstruasi. Meskipun begitu, produk saniter menstruasi masih tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Padahal, minimnya akses terhadap produk saniter menstruasi yang layak dapat menyebabkan perempuan lebih rentan terkena infeksi saluran kemih dan penyakit reproduksi lainnya. Apabila dibiarkan, rendahnya tingkat kesehatan perempuan dapat berimbas pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan menurunnya angka harapan hidup. Oleh karena itu, produk saniter menstruasi merupakan salah satu barang esensial yang dapat mendukung kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas, produk saniter menstruasi, menurut pendapat pribadi penulis, layak untuk mendapatkan pembebasan PPN, sama seperti barang kebutuhan pokok lainnya. Produk saniter menstruasi tidak hanya sebatas barang saja, tetapi juga merupakan ciri khas yang melekat pada perempuan. Pembebasan PPN atas produk saniter menstruasi juga sebenarnya merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan kesetaraan gender yang ada dalam masyarakat.

 

 

Sumber;Pajak.go.id

About the author

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}

Direct Your Visitors to a Clear Action at the Bottom of the Page