March 26

0 comments

Menguak Celah Dalam Tax Gap

By admin

March 26, 2024


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyampaikan bahwa pada tahun 2019, tax gap di Indonesia sebesar 8,5 persen, padahal tax gap di negara-negara lain berkisar pada angka 3,6 persen. Hal ini diungkapkan dalam Rapat Kerja bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen Senayan (28/06/2021). Komisi XI DPR tersebut membidangi keuangan negara. Ada selisih tax gap yang cukup besar yaitu 4,9 persen, yang seharusnya menjadi potensi penerimaan pajak.

Besarnya tax gap yang terjadi dapat menjadi indikasi adanya ketidakpatuhan dari wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk bisa menurunkan besarnya tax gap.  Perlu berbagai upaya yang segera diwujudkan untuk menjawab tantangan ini. Salah satunya melalui reformasi perpajakan.

Tax Gap

Seorang ahli keuangan Prancis abad ke-17 Jean Baptiste Colbert yang menjadi pembantu ekonomi utama dalam pemerintahan Louis XIV (berkuasa pada 1643-1715) mengatakan bahwa seni memungut dan mengenakan pajak adalah seni untuk mencabut bulu angsa sebanyak-banyaknya dengan teriakan angsa yang sekecil-kecilnya. Ungkapan ini menggambarkan bahwa pungutan pajak mengandung unsur pemaksaan. Oleh karena itu, agar memenuhi unsur keadilan maka dalam pemungutan pajak harus dilandasi dengan undang-undang.

Secara umum, siapa saja akan berusaha sedemikian rupa sehingga besar pajak yang harus dikeluarkan dapat ditekan seminimal mungkin. Mengacu kondisi tersebut maka akan timbul selisih antara pajak yang dibayarkan dengan pajak yang seharusnya dipenuhi. Selisih yang timbul ini dikenal dengan istilah celah pajak atau tax gap.

Salah satu tulisan yang menjelaskan mengenai tax gap disusun oleh Eric Toder (2007). Toder adalah peneliti senior di Urban Institute and Tax Policy Center, sebuah kelompok pemikir yang berkedudukan di Amerika. Tulisan mengenai tax gap tersebut dipaparkan di depan American Bar Association Conference on The Tax Gap.

Tax gap dapat diartikan kewajiban pajak yang tersedia untuk dibayarkan pada suatu tahun dibandingkan dengan pajak yang secara sukarela dibayarkan secara tepat waktu. Tax gap dapat menjadi salah satu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar angka atau nilai dan perilaku wajib pajak dalam hal ketidakpatuhan pajak (tax non-compliance). Ada tiga komponen yang menyebabkan timbulnya tax gap yaitu non-filing, underreporting of tax owed, dan underpayment.

Non-filling gap timbul dari adanya perbedaan karena wajib pajak terlambat melaporkan atau tidak melaporkan pajak sama sekali. Underreporting gap merupakan perbedaan karena adanya kesalahan dalam pelaporan pajak yang mengakibatkan naiknya hutang pajak. Sedangkan underpayment gap disebabkan oleh perbedaan karena terlambat pembayaran pajak. Ketiga komponen tersebut berdiri sendiri namun secara bersamaan mendorong timbulnya tax gap.

Munculnya tiga komponen tersebut terjadi karena beberapa sebab antara lain perbedaan penafsiran peraturan, berbagai upaya penyelundupan pajak, atau ada niatan penghindaran pajak. Seiring dengan perkembangan dunia usaha dan teknologi digital maka berbagai pola bisnis juga semakin berkembang. Celah-celah peraturan yang ada dapat menjadikan tax gap semakin melebar. Upaya penyelundupan dan penghindaran pajak juga tidak terlepas dari pemanfaatan perubahan pola bisnis dan teknologi digital, yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak terpantau secara maksimal oleh negara.

Reformasi Pajak

Besarnya tax gap tentu menjadi bagian yang menyebabkan rendahnya rasio pajak. Suatu tantangan besar untuk mendapatkan solusi secara terintegrasi agar dapat mengecilkan tax gap. Reformasi pajak yang digaungkan dalam beberapa tahun belakangan merupakan upaya yang dijalankan untuk memangkas prosentase tax gap.

Lima pilar dalam reformasi pajak diupayakan dapat menjawab tantangan dari perubahan pola perilaku bisnis dan teknologi digital. Pembaruan organisasi diharapkan dapat menjawab upaya menciptakan berbagai kebijakan yang lebih efektif terhadap kendala yang perlu segera diselesaikan. Pengembangan sumber daya manusia dapat menjadi jawaban pelayanan yang optimal dan memuaskan pemangku kepentingan. Pembaruan proses bisnis dan basis data perpajakan dapat menjadi pendukung dalam pengawasan dan penegakan hukum. Dan tidak boleh ditinggalkan adalah pembaruan regulasi yang diharapkan dapat menjawab perkembangan dunia ekonomi seiring pesatnya era digital.

Reformasi perpajakan yang dijalankan secara masif dan terintegrasi menjadi pendorong upaya menganalisis dan menghitung besarnya tax gap dengan berbagai metode analisis sehingga membantu memahami bagaimana mengatasi ketidakpatuhan pajak yang terjadi.  Hal ini juga menjadi langkah besar bagi DJP agar dapat mengupayakan penggalian potensi melalui pengawasan dan penegakan hukum berkesinambungan melalui pemanfaatan data yang komprehensif.

Sebagaimana disampaikan oleh Sri Mulyani Indrawati, tax gap akan selalu ada dan tidak bisa dihilangkan. Namun, melalui reformasi perpajakan, diharapkan dapat menurunkan tax gap ke level yang relatif setara dengan level global. Melalui reformasi pajak maka diharapkan tax gap akan turun dan selanjutnya meningkatkan rasio pajak seiring meningkatnya Produk Domestik Bruto Indonesia.

 

 

Sumber;Pajak.go.id

About the author

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}

Direct Your Visitors to a Clear Action at the Bottom of the Page